DISKOMINFO, Lampung Barat – Upaya memperkuat penerapan restorative justice di Provinsi Lampung semakin dimatangkan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Provinsi Lampung, Kejaksaan Tinggi Lampung, Badan Narkotika Nasional Provinsi Lampung, Kementerian Agama RI Provinsi Lampung, para bupati/wali kota, serta kepala kejaksaan negeri se-Lampung.
Dalam kesempatan it, Bupati Lampung Barat, Parosil Mabsus, turut menandatangani MoU sebagai wujud komitmen pemerintah daerah dalam mendukung arah kebijakan pemidanaan yang lebih humanis melalui KUHP baru.
Kesepakatan tersebut berlangsung di Gedung Pusiban, Kantor Gubernur Lampung, Kamis (11/12/2025).
Usai penandatanganan, Bupati Parosil Mabsus menegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki peran penting dalam menciptakan ekosistem yang memungkinkan penerapan keadilan restoratif berjalan efektif.
Ia menyebutkan bahwa Lampung Barat siap mengambil bagian secara aktif dalam implementasi kebijakan ini, terutama dalam penyediaan fasilitas, pendampingan, serta sinergi dengan aparat penegak hukum.
“Penandatanganan MoU ini bukan sekadar formalitas, tetapi sebuah komitmen nyata untuk menghadirkan penegakan hukum yang lebih berorientasi pada pemulihan,” ujar Parosil.
“Keadilan restoratif memberi ruang bagi masyarakat yang terlibat perkara untuk kembali pulih, baik secara psikologis, sosial, maupun keluarga. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat tentu mendukung penuh dan siap menyediakan ruang serta mekanisme pendampingan agar pelaksanaannya berjalan optimal.” tambahnya.
Parosil berharap, kerja sama tersebut benar-benar memberikan manfaat nyata, bukan hanya pada proses penanganan perkara, tetapi juga pada upaya pencegahannya.
“Restorative justice harus menjadi jembatan untuk memulihkan ketertiban sosial dan memberi kesempatan bagi warga untuk memperbaiki masa depan,” tegasnya.
Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, di kesempatan itu pun menekankan bahwa keadilan restoratif menjadi salah satu titik penting dalam UU KUHP Nomor 1 Tahun 2023.
Ia menyebut aturan tersebut memberikan ruang lebih luas dalam penyelesaian perkara, khususnya kasus narkoba yang kerap membutuhkan pendekatan pemulihan dibanding hukuman punitif.
Jihan mengingatkan bahwa kerja sama antarlembaga bukan hanya simbolis, melainkan harus diwujudkan melalui program yang berjalan dan berdampak langsung.
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Prof. Asep Nana Mulyana, mengungkapkan bahwa penandatanganan MoU ini merupakan bagian dari persiapan menyambut implementasi KUHP baru yang akan berlaku mulai 2 Januari 2026.
Salah satu elemen penting dalam KUHP tersebut adalah pidana kerja sosial sebagai alternatif pemidanaan yang menekankan pembinaan dan reintegrasi sosial.
Asep mengapresiasi langkah Kejati Lampung dan Pemprov Lampung yang melibatkan BNN serta Kemenag dalam kolaborasi multipihak ini. Menurutnya, model kerja sama seperti ini belum banyak ditemukan di provinsi lain.
Selain itu, Kajati Lampung, Danang Suryo Wibowo, menegaskan bahwa perubahan paradigma pemidanaan dalam KUHP baru menuntut sinkronisasi pemahaman dan langkah antarsektor.
Pendekatan hukum kini bergerak ke arah yang lebih restoratif, berorientasi pada kemanfaatan, dan tidak semata-mata berfokus pada hukuman penjara.
Danang menekankan peran krusial pemerintah daerah dalam pelaksanaan pidana kerja sosial, mengingat program tersebut membutuhkan dukungan sarana, pengawasan, serta kesiapan lingkungan kerja yang aman dan bermanfaat bagi masyarakat.
Dengan dukungan penuh dari para pemangku kepentingan, termasuk Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus, keadilan restoratif diharapkan dapat diterapkan lebih luas dan menjadi solusi efektif dalam menghadirkan ketertiban serta kesejahteraan masyarakat.